Photo : Prof. Eko bersama dengan Irjen Pol (Purn) Drs. Sidarto Danusubroto S.H., Anggota Dewan Pertimbangan Presiden 2015-2024, Ketua MPR RI 2013-2014, Ketua Dewan Pembina Relawan Jokowi, mendiskusikan tentang Kerjasama internasional serta strategi merealisasikan keinginan Presiden Joko Widodo untuk mewujudkan Smart Hospital di Indonesia sehingga ratusan trilyun uang kita tidak mengalir ke luar negeri setiap tahun.
Realisasi Smart Hospital Internasional di Indonesia akan mampu mengurangi puluhan trilyun devisa Indonesia yang keluar negeri dan meningkatkan devisa Indonesia dari turis mancanegara
Keinginan Presiden Joko Widodo agar Indonesia memiliki Smart Hospital yang disampaikan dalam kongres Perhimpunan Rumah Sakit seluruh Indonesia (PERSI) ke XIV di Jakarta, pada Rabu 17/10/18, adalah sangat tepat dan memiliki dasar yang kuat. Smart Hospital dengan layanan unggulan internasional merupakan solusi bagi warga negara Indonesia yang berobat ke luar negeri. Setiap tahun puluhan trilyun, bahkan pernah mencapai Rp. 110 Trilyun, devisa Indonesia mengalir ke luar negeri untuk tujuan pariwisata kesehatan. Smart Hospital dengan jenis layanan internasional yang tepat, bahkan dapat menarik wisatawan mancanegara untuk tujuan pariwisata kesehatan di Indonesia. Pendapatan Thailand dari pariwisata kesehatan pernah mencapai 64 Triliun rupiah pertahun, sementara Singapura mencapai Rp. 55 Trilyun per tahun, sebelum pandemi covid-19.
Namun sayangnya peluang ini tidak dimanfaatkan betul-betul oleh para pengambil kebijakan Kesehatan di Republik ini. Pada tahun 2022, tidak ada satupun Smart Hospital yang dimiliki oleh Pemerintah Indonesia. Beberapa pimpinan rumah sakit di Indonesia telah merencanakan untuk mentransformasi rumah sakit mereka menjadi smart hospital. Meskipun demikian, karena belum adanya kebijakan dan komitmen yang kuat dari Kemenkes, maka rencana tersebut masih sebatas wacana. Kemenkes hingga sekarang ini belum memiliki kebijakan dan pedoman terkait dengan Smart Hospital, sehingga pimpinan rumah sakit pemerintah juga tidak berani melakukan transformasi rumah sakit biasa menjadi Smart Hospital.
Melihat kenyataan ini, anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Bapak Sidarto Danusubroto, mengundang Prof. Dr. Eko Supriyanto, guru besar dalam bidang Teknologi Pelayanan Kesehatan di UTM Malaysia dan Universitas Teknologi Ilmenau, Jerman, untuk berdiskusi mencari solusi yang tepat sehingga Smart Hospital dapat direalisasikan sebelum akhir 2024. Selain aktif di Malaysia, Prof. Eko saat ini merupakan Presiden Perkumpulan Teknik Perumahsakitan Indonesia yang memiliki anggota lebih dari 10,000 ahli teknik perumahsakitan dan tenaga kesehatan di seluruh Indonesia. Beliau adalah ahli dalam perencanaan dan pengelolaan Smart Hospital. Beliau juga terlibat dalam perencanaan dan pembangunan Smart Hospital swasta di Indonesia, serta smart hospital di luar negeri. Beliau juga telah menulis buku dan memiliki hak cipta tentang pedoman perencanaan Smart Hospital dan perangkat lunak Smart Hospital.
Menurut Prof. Eko, untuk merealisasikan secara cepat Smart Hospital di Indonesia, maka kerjasama dengan berbagai stake holder perlu segera dilaksanakan. Kementerian Kesehatan harus segera membuat kebijakan dan pedoman tentang Smart Hospital. Prof. Eko juga menawarkan diri, kalau pedoman yang sudah beliau buat, dapat segera di adopsi oleh Kementerian Kesehatan. Selanjutnya adalah dilakukannya pelatihan perencanaan dan pembangunan Smart Hospital untuk konsultan dan kontraktor dengan melibatkan Kementerian PUPR, ESDM, Lingkungan Hidup, Bapeten, Pariwisata, Tenaga Kerja dan Kominfo. Kerjasama dengan luar negeri terutama negara yang berpotensi menjadi sumber turis mancanegara, seperti Singapura, Malaysia, Australia, Uni Eropa, Amerika Serikat, Tionghoa, Jepang dan Korea Selatan, perlu dilaksanakan. Selain untuk menarik turis mancanegara, yang tidak kalah penting adalah menarik investasi dari negara-negara tersebut, kerjasama juga dilakukan untuk sharing tenaga kesehatan dan transfer teknologi melalui program sister hospital. Turis mancanegara yang ingin berobat ke Indonesia, cukup mengajukan visa secara online berdasarkan jadwal temu janji dengan rumah sakit. “Ini perlu dibuat semudah mungkin”, kata Prof. Eko.
Selain kerjasama luar negeri, perlu juga kerjasama dengan swasta dan pemerintah daerah. Investasi swasta nasional terkait dengan kebutuhan Sarana, Prasarana dan Alkes perlu ditingkatkan. Selain itu penggunaan alkes dalam negeri yang memenuhi standard internasional juga harus diimplementasikan. Pemerintah daerah juga perlu mendukung program ini untuk menjadikan daerahnya ramah terhadap pasien, menyediakan dana dari APBD untuk investasi serta mempermudah seluruh proses birokrasi yang diperlukan. Daerah-daerah yang memiliki potensi tinggi untuk pariwisata kesehatan berbasis smart hospital antara lain Bali, Batam, Jakarta, Kaltim/IKN, Kupang, Medan, Yogyakarta dan Manado.
Sedangkan layanan unggulan yang dapat diberikan antara lain layanan medis untuk orang lanjut usia, layanan untuk rehabilitasi, layanan untuk penyakit mental, medical check up komprehensif, serta layanan untuk penyakit katastropik, termasuk jantung, stroke, kanker, ginjal, TBC, dan penyakit infeksi emerging.
Selain akan mendatangkan devisa yang besar, Smart Hospital juga penting untuk dijadikan sarana pendidikan, penelitian dan inovasi Kesehatan. Untuk itu kerjasama yang erat dengan perguruan tinggi kesehatan, asosiasi kesehatan, asosiasi dokter spesialis, dan start up Kesehatan dalam negeri harus dilakukan. Ini adalah untuk menjamin keberlanjutan dan ketahanan sistem kesehatan dalam era industri 4.0 dan masyarakat 5.0 di Indonesia.
Pembangunan Smart Hospital bukan hanya sekedar pembangunan fisik rumah sakit. Smart Hospital merupakan konsep transformasi I.R. 4.0 yang melibatkan transformasi fisik, transformasi maya (virtual), transformasi manajemen, transformasi budaya, dan transformasi pembiayaan. Smart hospital bukan sekedar digitalisasi rumah sakit yang malah menambah kerjaan tenaga kesehatan. Implementasi Smart Hospital merupakan strategi untuk meningkatkan layanan kepada pasien sehingga layanan di rumah sakit menjadi lebih Selamat, berMutu, Aman, Ramah dan Terjangkau (S.M.A.R.T), melalui penggunaan teknologi I.R. 4.0 diantaranya smart sensor, IOT, cyber security, artificial intelligence, 3D printing, big data analytics, dan mixed reality. Smart hospital memerlukan data sharing dengan keamanan tinggi, selain itu memerlukan fund sharing untuk efisiensi. Dengan Smart Hospital, diharapkan Dokter dan Perawat tidak lagi menjadi tukang ketik karena proses implementasi digitalisasi kesehatan yang salah, tetapi menjadi tenaga kesehatan sesuai dengan fungsi awalnya yaitu mendiagnosis, mengobati dan merawat pasien. Prof. Eko juga menekankan, sekarang ini kita tidak lagi di era industri 3.0 yaitu komputerisasi atau digitalisasi, kita saat ini di era industri 4.0 yaitu mayanisasi (cyber physical system). Kalau perlu tenaga kesehatan tidak perlu belajar menggunakan komputer untuk input data, cukup secara ramah dan inovatif melayani pasien dengan bantuan teknologi I.R. 4.0.
“Saya yakin, dengan pengalaman, pengetahuan, dan jaringan yang saya miliki baik di dalam maupun di luar negeri, saya siap membantu Bapak Menteri Kesehatan dan Bapak Presiden untuk merealisasikan Smart Hospital dalam 2 tahun, dengan prinsip 8-si “Adopsi, Adaptasi, Sosialisasi, Implementasi, Awasi, Evaluasi, Promosi dan Utilisasi”, demikian kata Prof. Eko