Tidak Perlu Kartu, Tidak Perlu Smart Phone untuk mendapatkan akses pelayanan kesehatan dimanapun di Indonesia
Hari itu adalah hari minggu, setelah bangun pagi, cuci muka, ganti baju, lalu aku berjalan menuju taman tempat biasa aku lari pagi. Untuk mencapai taman, biasanya aku harus berjalan sekitar 20 menit. Pagi itu malang benar nasibku, setelah 15 menit berjalan dan menyeberang jalan raya, tiba-tiba ada motor yang menabrakku, dan terjadi pendarahan di kepalaku. Aku pingsan dan tidak tahu selanjutnya. Aku memiliki riwayat kesehatan yang kurang baik, aku alergi terhadap beberapa tipe obat dan memiliki masalah dengan hepar dan ginjal. Sungguh baik nasibku saat itu, seseorang dengan baik hatinya membawaku ke rumah sakit terdekat. Aku tidak membawa kartu apapun saat itu, bahkan uang dan hand phone pun tidak kubawa. Sampai rumah sakit, staf medis menscan wajahku, dan mendapatkan akses rekam medisku. Staf medis tahu aku memiliki riwayat penyakit dan alergi, sehingga segera memilih obat dan tindakan yang tidak membahayakan nyawaku. Dua jam kemudian aku siuman, dan kakakku sudah berada di sampingku. Aku lega ternyata melalui wajahku, tenaga medis mendapatkan akses keluargaku, sehingga keluargaku dapat datang secepatnya dan menghampiriku dalam keadaan yang lebih stabil. Aku terbayang jika tidak ada sistem yang mampu mengenal wajahku dan menghubungkannya dengan rekam medis elektronikku, maka aku mungkin sudah tidak ada di dunia ini, karena salah obat atau keterlambatan dalam penanganan. Aku kaget dan terbangun, dan aku bersyukur Indonesia akan memiliki sistem ini sebentar lagi, sehingga apa yang kumimpikan tadi bisa menjadi kenyataan. Bila mimpi ini menjadi kenyataan, maka umur harapan hidupku dan generasi penerusku akan semakin panjang.
Kejadian diatas, merupakan kejadian sehari-hari yang nyata di Indonesia, namun tentunya Indonesia masa kini dan masa lalu. Pada masa ini, setiap hari terdapat sekitar 84 orang meninggal dunia karena kecelakaan lalu lintas di Indonesia. Selain kecelakaan, terdapat 980 orang meninggal setiap hari karena stroke dan 710 orang karena penyakit jantung koroner. Ini berarti ada ribuan orang meninggal dunia di Indonesia dalam kondisi yang mengejutkan serta puluhan ribu orang masuk rumah sakit karena serangan jantung, stroke dan kecelakaan setiap hari. Penanganan secara cepat dan akurat merupakan kunci utama untuk mengurangi angka kematian karena tiga hal diatas. Peningkatan akurasi dalam penanganan bisa didapatkan jika pasien memiliki rekam medis lengkap yang dapat diakses pada saat yang tepat. Kecepatan penanganan juga bisa dilakukan jika data pasien dapat diakses dengan cepat. Untuk itu diperlukan rekam medis elektronik yang terintegrasi dengan seluruh stakeholder yang berkaitan, dapat dishare datanya berdasarkan aturan dan standard operabilitas serta memiliki keamanan siber yang tinggi.
Digital Transformation Office (DTO), Kemenkes sekarang ini sedang mengembangkan Rekam Medis Elektronik (RME) “Satu Sehat”, yang merupakan pengembangan dari aplikasi mobile PeduliLindungi. Selain itu DTO juga sedang mengembangkan platform digital “Indonesia Health Service (IHS)”, yang digunakan untuk mengintegrasikan RME dengan sistem digital di Fasyankes dan stake holder lainnya.
Untuk mengimplementasikan RME dan IHS di Indonesia, masih banyak pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan. Agar masyarakat mau menggunakan, maka RME harus mudah digunakan, selamat, aman, gratis dan bermanfaat. Untuk itu RME harus dapat diakses melalui berbagai cara, baik menggunakan aplikasi mobile milik pasien, QR code milik pasien, no KTP, no Rekam Medis atau bahkan biometrics pasien seperti sidik jari, wajah dan retina. Penggunaan wajah untuk mengakses rekam medis merupakan solusi yang terbaik, karena akan banyak menyelamatkan nyawa pasien. Strukturisasi rekam medis sehingga data yang disimpan mudah dimanfaatkan untuk tujuan pelayanan, penelitian dan perumusan kebijakan, merupakan hal yang perlu dilakukan sebelum terlambat. RME harus dibuat sehingga masyarakat “kecanduan” menggunakan RME, seperti ketika masyarakat “kecanduan” menggunakan internet. Ini bisa dilakukan misalnya dengan membuat sistem informasi resiko 10 penyakit penyebab kematian dari RME yang dimiliki oleh setiap orang. Ini akan menjadikan orang untuk selalu sadar akan pentingnya hidup sehat, dan mengetahui dampaknya secara kuantitatif dari RME masing-masing. RME kedepan juga perlu dikembangkan terus menerus sehingga dapat menjadi sebuah “smart clone” untuk setiap individu. Selain itu integrasi dengan sistem informasi di berbagai fasyankes, merupakan pekerjaan rumah yang besar yang harus diselesaikan dalam 2 tahun kedepan.
Keberhasilan implementasi RME dalam 2 tahun kedepan merupakan kunci untuk dimungkinkannya akses pelayanan kesehatan di manapun di Indonesia secara mudah, aman dan bermanfaat, tanpa kartu dan tanpa hand phone sebagai media akses. Kepemimipinan digital, inovatif, pro rakyat, transformatif, integratif, dan inklusif merupakan penggerak utama untuk menjadikan RME sebagai “candu” masyarakat, sehingga umur harapan hidup sehat Indonesia dapat dipercepat peningkatannya.
Penulis: Prof. Dr. Eko Supriyanto adalah Guru Besar dalam bidang Informatika Kesehatan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan, Universiti Teknologi Malaysia dan Universitas Teknologi Ilmenau, Jerman. Beliau aktif dalam mengembangkan struktur data rekam medis untuk tujuan pelayanan kesehatan, penelitian dan perencanaan kebijakan kesehatan. Beliau juga telah mempublikasikan lebih dari 10 makalah dalam jurnal / proceeding internasional terkait dengan perhitungan resiko 10 penyakit prioritas berdasarkan rekam medis pasien dengan menggunakan artificial intelligence, serta melakukan integrasi rekam medis elektronik dengan Klinik, RS, UTD dan Apotek, serta untuk perjalanan luar negeri, dengan standar internasional.